Kamis, 27 November 2008


Glitterfy.com - Glitter Graphics

HARAPAN
KETIKA BERJUTA IMPIAN DATANG
MENCOBA BERGELUT DALAM ANGAN-ANGAN
CINTA DAN KASIH HANYALAH KHAYALAN
MENYEBAR DALAM GELOMBANG PENGHARAPAN
KEYIKA MATA TERBELALAK MENCARI SINAR
LANTUNAN NADA DEMI NADA TAK TERDENGAR
HANYA SEBUAH HARAPAN SEGAR
YANG TERDENGAR SANGAT SAMAR-SAMAR
ANDAI LANGKAH TAK TERHENTI
ANDAI KATA TAK BERBISIK
DENGAN SEBUAH HARAPAN TIPIS
YANG TERSEMBUNYI DARI BALIK JERUJI BESI
ASA....
HARAPAN YANG MELAMBUNG JAUH
DARI TANGAN YANG TAK BISA MEMBAHU
DENGAN USAHA MENCARI TAHU
NILAI DARI HARAPAN BARU...
BY:
SYAMSIAH ABD.RAHIM
NERS A 08
Read More..

Rabu, 26 November 2008

Brownies Itu…



Oleh: Saputri Mulyana*

Minggu siang, di sebuah kafe, aku dan teman-teman SMA mengadakan acara reunian. “abaDi “ kafe tempat perkumpulan itu. Ini yang pertama kalinya sejak kelulusan kami. Lima tahun lamanya, kami nyaris tak pernah ketemu. Paling hanya satu dua orang, tidak sebanyak ini. Dan sekaranglah saatnya melepas rindu, merekam kembali kenangan indah saat sekolah dulu. Untuk sementara, kesibukan-kesibukan kuliah terlupakan.
Aku sangat senang. Maklum, selama ini aku hanya menjalin komunikasi dengan Fitri, sahabatku. Pernah juga ketemu dengan Nejad di sebuah acara pernikahan. Dan belakangan baru tahu, ternyata kami sepupu-an. Ga’ nyangka sama sekali. Nejad yang selama sekolah dulu paling aku benci karena sikapnya yang over banget, ternyata saudara ‘sekian’ kaliku. Dunia memang sangat sempit! Sedangkan teman-teman yang lain…yah, paling komunikasinya cuma lewat SMS doang. Atau lewat nelpon kalau lagi kelebihan pulsa.
***
Mataku menerawang ke atas, tertabrak pada langit-langit kamarku yang sudah usang namun tak bernoda. Maklum, tadi pagi baru saja kubersihkan setelah sekian lama sarang laba-laba bergelantungan disana. Pikiranku melayang tak karuan. Malam, kini semakin larut. Perlahan sinar rembulan tak lagi menyelimuti bumi. Deru kendaraan yang gemar berlalu-lalang di jalan depan rumahku perlahan semakin sepi. Beberapa menit kemudian, sayup-sayup kudengar pentungan berbunyi 12 kali. Aku yakin, pentungan itu berasal dari Pos Kamling di seberang sana. Ya, tanpa kusadari aku menghitungnya.
Hari, kini berganti hari. Pasti orang-orang akan semakin terlelap dengan mimpi-mimpinya. Pun begitu dengan Ayah dan Ibu, mereka sudah tak sadarkan diri. Apalagi Retno, saudara tunggalku yang hanya berselisih 3 tahun dengannya, sejak tadi dia sudah merangkul guling kesayangannya di sampingku. Sementara aku, jangankan tidur, sekedar memejamkan mata saja rasanya teramat sulit kulakukan.
Wanda, tak sepantasnya kamu bertindak sprti itu di depan Ayya. Dia hanya seorang manusia, tempat khilaf & kekurangan berlabuh. Sama seperti kita. So, jgn pernah memelihara dendam di hati kita. Toh kita jg pasti prnah mengukir kesalahan, sama seperti dirinya. Tuhan sj Maha Pemaaf,, lalu apa yg kita sombongkan hingga tak mau memaafkan orang lain??
Begitu isi SMS dari Fitri, kira-kira sejam setelah aku meninggalkan acara reunian tadi. Hatiku semakin tertusuk tajam.
“Bukan karena Ayya, Fit. Tapi….Brownies itu!!!” aku berucap lirih. Tak terasa, buliran air mataku tak terbendung lagi di pelupuk mataku, tumpah tak terkendali. Benteng pertahananku kembali runtuh. Berusaha kutegarkan diriku, tapi tetap tak berhasil. Aku tak berdaya. Kesepian malam semakin membuatku larut dalam kesedihan berkepanjangan. Aku menyerah,,,
Kejadian tadi sore masih menyisakan cerita dalam ruang khayalku. Hingga akhirnya memaksa memori kecilku untuk merekam sempurna kenangan pahit 2 tahun lalu. Padahal, sekian lama aku telah berusaha untuk bisa melupakannya. Dan hari ini, bayang-bayang itu semakin menghantui, kembali menikam pikiranku sendiri. Aku pun tak dapat menolak, sosok Maya memenuhi seluruh ruang ingatku. Kembali membangunkanku dari tidur lelapku. Tidur yang berhasil membuatku melupakan kejadian naas itu.
Di sebuah pagi yang sangat cerah, namun ternyata tak seindah mentari dipagi itu. Satu kejutan yang tiba-tiba menghampiriku, sebagai garis awal petaka itu. Semula, aku sangat senang. Aku mencapai puncak kebahagiaan, yang kemudian membuatku terperangah bukan main, dengan mata terbelalak, dan mulut menganga lebar. Sebuah mobil berwarna biru muda terparkir asing di garasi samping rumahku, persis belakang mobil Kijang milik Ayah. Awalnya aku berpikir bahwa mobil itu milik teman Ayah, tapi ternyata bukan. Cek per cek, ternyata mobil itu adalah kado di hari ulang tahunku itu. Ternyata mereka masih ingat denganku, putrinya yang tercinta, meski mereka selalu dirundung kesibukan yang sungguh luar biasa padatnya. Kurasakan kesenangan yang membuncah tak terkendali. Membuatku tak sanggup lagi berkata-kata. Bukan hanya karena mobil itu, tapi perhatian Ayah dan Ibu padaku….kasih sayangnya! Oh My God!!! Ciuman dan pelukan hangat pun kuberikan pada mereka, Ayah dan Ibu.
Ternyata, garis kebahagiaanku terhenti sampai disitu. Kala itu, kebetulan aku dan teman-teman se-Gank sudah ada planning untuk nonton bareng di Studio 21 Mall Panakkukang. “Film Nagabonar Jadi 2” menjadi pilihan kami. Meski sebelumnya, kami harus melakukan musyawarah demi mendapatkan hasil mufakat. Istilah dalam kamus kami, “rapat keputusan”, telah menjadi kebiasaan dalam kehidupan gank kami sebelum mengambil sebuah keputusan . Sore itupun tiba. Aku berniat menjemput mereka dengan mobil baruku. Sekalian sebagai ajang perkenalan. Ayah dan Ibu setuju-setuju saja dengan niatku itu. Mereka sudah yakin dengan kemampuanku mengendarai mobil di tengah kota. Sebelum Kak Dedi berangkat ke Jepang, beliau sudah mengajarku mengendarai mobil. Meski awalnya, aku sangat takut tapi lama-lama akhirnya ketagihan juga. Aku bahkan sudah beberapa kali mengantar Ibu ke tempat kerjanya kalau Ayah lagi keluar kota.
***
Niat baikku ternyata disambut baik oleh semua teman-teman seGank-ku. Maya apalagi, katanya dia tak perlu lagi mengeluarkan duit untuk naik Pete’-Pete’ (baca: Angkot) ke manapun dia pergi. Aku pun bahagia bisa berbagi kesenangan dengan teman-temanku. Dua jam berlalu. “Film Nagabonar Jadi 2” sudah kami santap habis. Saat kami keluar dari bioskop pun, kekocakan film itu masih menyisakan tawa diantara kami. Hingga, secara tak sadar kami mencuri ucapan Bang Naga (Dedy Miswar) dalam film itu: ‘Apa kata dunia??!!!’. Derai canda dan tawa semakin menghiasi perjalanan kami menuju kafe Chocolatoz, tempat mangkal kami. Boleh dikata, kafe itu telah menjadi tempat persinggahan kami tiap kali pulang kampus. Bahkan tak jarang, kami melakukan rapat internal di kafe itu. Sedikit lagi, bisa-bisa kafe itu menjadi sekret kami. Maklum, suasana di kafe itu sungguh sangat nyaman. Selain murah, kafe itu sungguh sangat bermoral di mata kami, beda dengan kafe-kafe lainnya. Bagi pengunjung tak berpakaian rapi alias berpakaian ala preman, sangat dilarang masuk, bebas rokok, dilarang membawa senjata tajam masuk ruangan, apalagi membawa obat-obat terlarang. Pokoknya securitynya sangat disiplin. Jadi wajar saja, pengunjung kafe itu sudah pasti rapi-rapi dan yang paling penting lagi pengunjungnya adalah orang baik-baik. Bayangkan saja, security itu memeriksa setiap pengunjung yang ingin masuk, kecuali kami. Hampir semua karyawan di sana telah mengenal kami. Bahkan pernah kami dikasih gratis makan. Katanya biar kami semakin rajin nongol di situ.
Udara panas yang sempat menyelimuti kota Makassar memaksa kami untuk memesan Es teler sore itu. Baru kali ini kami memesan makanan yang sama, biasanya tak ada satupun diantara kami yang memilih jenis makanan yang sama. Alasannya, biar kami bisa saling mencoba makanan yang satu dengan yang lainnya. Terkadang, makanan siapa saja yang dianggap enak biasanya akan disantap bareng. Imbasnya, makanannya pasti akan cepat habis.
“Btw, aku mau nagih janji nih!” aku memulai perbincangan itu, membelah kebisuan diantara kami, karena sibuk melahap esnya masing-masing. Tanpa ada yang mengomando, wajah mereka terangkat. Semua mata tertuju padaku. Untuk meningkatkan kadar penasaran mereka, aku langsung saja tunduk, dan kembali melahap Es telerku.
“Janji apa sih, Wan?” Umma mulai memuntahkan pertanyaan padaku, tanda penasarannya belum hilang.
“Iya Wan. Siapa yang punya janji. Kayaknya saya tidak deh.” Uswah yang duduk disampingku pun berkomentar. Selanjutnya terjadi aksi tatap-menatap diantara mereka. Sementara aku kembali meneruskan makanku.
“Ada yang mengaku pernah berjanji padaku untuk memberikan makanan kebangsaanku tepat saat aku berusia 20 tahun?” aku berucap tanpa mengangkat wajahku sedikitpun ke arah mereka. Pura-pura sibuk mengunyah buah yang ada di Es teler itu. Tak perlu lagi kujelaskan kepada mereka apa itu makanan kebangsaanku. Toh mereka sendiri bakal tak ada yang bertanya lagi apa itu makanan kebangsaanku. Aku bahkan sudah dijuluki Mrs. Brownies. Adikku Retno, bahkan ikut-ikutan manggil aku dengan julukan itu. Tak apalahhh…
Lama, tak ada yang berkomentar. Sepertinya mereka lagi sibuk beradu perang dengan pikirannya masing-masing. Mencoba menguras abis ingatannya. Dan akhirnya,,,
“Ooww,,,sepertinya pemilik janji itu aku deh. 2 tahun lalu kalo nggak salah ingat ya, Wan?” akhirnya Maya mengakui. Beruntung Maya tak mengidap penyakit amnesia. Dia masih saja melayangkan tatapannya ke arahku. Aku tahu betul, Maya adalah sosok manusia yang sangat tidak tenang kalo janji-janjinya belum dia tepati. Apalagi kalo ber-utang. Paling lama, dia ber-utang 3 hari. Kalo uang kirimannya sudah ada, pasti dia langsung mengalokasikannya ke orang-orang tempat dia ber-utang.
“Mmm,,Ohh ternyata Maya pemilik janji itu. Maybe!!! Maybe Yes, Maybe No,” cepat-cepat kujawab pertanyaan Maya, sebelum tatapan itu berubah menjadi titik hipnotis. Aku menjawabnya enteng, membuat yang lain semakin bengong.
“Yup, aku yakin. Akulah pemilik janji itu. Hampir aja lupa, untung Wanda kasih ingat. Tenang saja, habis ini, aku akan terbang ke toko seberang membeli kue kebangsaan Nona Wanda,” kata Maya sambil memicingkan matanya ke arahku, lalu trsenyum tipis, manis sekali. Aku tak menyangka, Maya bakal secepat itu ingin menebus janjinya. Setelah melahap habis Es telernya dan yakin bahwa tidak ada lagi yang tersisa, dia akhirnya bangkit. Lalu kemudian menyalami kami satu per satu. Ini diluar kebiasaan Maya. Biasanya dia langsung nyerocos pergi tanpa bekas.
“Doakan, semoga aku bisa berhasil menebus janjiku dan mendapatkan makanan kebangsaan Nona kita yang satu ini,” begitu katanya sebelum pergi meniggalkan kami, menuju toko Birth-cake di jalan seberang sana. Sebelumnya, mereka menatap kami satu per satu secepat kilat, lalu memamerkan cium jauhnya kepada kami. Dasar…!!!
Kami akhirnya melepas kepergian Maya, tanpa seorang pun yang menemani. Dinding kafe yang terbuat dari kaca bening membuatku merasa leluasa menyaksikan segala yang terjadi di luar sana. Ketika Maya sudah memasuki toko kue itu, mata kami akhirnya kembali ke posisi semula, tertuju pada semangkuk Es teler yang sebentar lagi akan habis.
“Kasihan juga si Maya, pergi beli kue sendiri!” aku berkata lepas, tanpa berharap komentar dari mereka.
Lima menit kemudian, akhirnya Maya keluar juga dari toko itu lengkap dengan jinjingan kantong berwarna putih di tangan kanannya. Hatiku bersorak. Betapa tidak, sebentar lagi aku akan bertemu dengan makanan kebangsaanku. Memang rasanya tidak afdhal bagiku kalau seminggu saja tak mencicipi Brownies itu. Tatapanku terus tertuju pada setiap langkah dan gerakan tubuh Maya. Aku berharap-harap cemas menanti kedatangan Browniesku tersayang. Bayangan si Coklat manis terus menari indah di memoriku. Tiba-tiba,,,
Brukkk…!!!! Plakk…!!!!
“Hahhh…!!!” aku terhentak. Bayangan si Coklat manis menghilang. Mulutku menganga lebar bagai buaya kelaparan, menyaksikan pemandangan kelam di hadapanku. Maya tertabrak..!! Sebuah mobil Kijang Silver tak kuasa mengendalikan mobilnya. Aku melihat jelas Maya merasa sangat kebingungan yang sudah terlanjur berada di tengah jalan. Antara maju atau mundur. Teriakanku membuat semua orang yang ada di dalam kafe itu kaget. Termasuk ketiga temanku. Aku tak peduli. Kepanikanku memaksaku berlari mendekat ke jalan itu, tempat Maya ditabrak. Ketiga temanku mengekor.
Semakin mendekat, semakin berat rasanya kaki ini kulangkahkan. Kantongan putih yang dijinjingnya tadi berubah menjadi merah. Brownies kini terpotong dengan sendirinya, sebagian berada di dekat mulut Maya, yang lain tersebar jauh di tengah sana. Airmataku meluap melihat kondisi Maya yang sungguh menyayat hati. Ia meringkih sejadinya, lalu akhirnya tak sadarkan diri. Aku, dan ketiga temanku tak kuasa menahan tangis kala tubuh mungil Maya yang terbalut darah diangkat masuk ke mobil Ambulans. Lumuran darah di sekujur tangan dan kepalanya cukup menjadi symbol tentang kondisi Maya yang sedang kritis. Derai tawa kini berganti duka. Berkas bahagia dan kesenangan tiba-tiba menghilang.
Memasuki ruang UGD sebuah Rumah sakit ternama di kota Daeng ini, Maya tlah tiada. Nyawanya melayang dihempas angin malam. Tiada pernah kami duga sebelumnya. Si Pemilik janji itu rela meninggalkan kami. Tak ada yang mengira, salaman dan cium jauh dari Maya adalah wujud permohonan izinnya kepada kami. Tak ada yang menduga, kesenangan yang terhimpun saat acara nonton tadi adalah perkumpulan terakhir bersamanya. Bahkan tak pernah terbaca dalam pikiran kami, tatapan Maya tadi sore seolah ingin menyampaikan ucapan perpisahannya kepada kami. Kami terlalu bodoh untuk membaca gelagat aneh yang Maya tunjukkan kepada kami tadi sore.
“Kalau saja aku tak menagih janji itu. Kenapa aku membiarkan ia pergi seorang diri??!!” aku berteriak lemah, duduk tertunduk di kursi pojok lorong UGD itu, menyesali tindakan yang kulakukan kepadanya. Berkali-kali kuhujat diriku, tanda penyesalan yang teramat sangat. Bahkan aku tak mampu memaafkan diriku sendiri. Sebentar lagi, mayat Maya akan keluar, tertutup kain putih. Tak ada lagi si Penepat Janji. Tak ada lagi wajah lugu dan manis menemani perjalanan hidup gank kami. Rasanya begitu singkat untuk merasakan kebahagiaan hidup bersamanya. Berulangkali Uswah, Umma, dan Anti mencoba menenangkanku. Tapi tetap saja, penyesalan semakin bertubi menusuk-nusuk dadaku. Aku pun sesak. Sesak oleh perbuatanku sendiri. Kebahagiaan yang meluap-luap sejak pagi tadi, kini berakhir tragis dengan kepergiannya. Mengapa harus nyawamu yang menjadi taruhan atas Brownies itu? Mengapa kehilangan dirimu yang menjadi kado di hari ultahku? Mengapa perayaan hari jadiku kuawali dengan tindakan konyolku? Setumpuk pertanyaan terlontar dari mulutku. Aku tak kuasa menahan sedih.
Aku kembali teringat oleh isi SMS dari Maya tadi subuh, sebelum aku terbangun dari tidurku. Ternyata SMS itu adalan pesan terakhir darinya...
Apa kamu tahu hubungan antara 2 biji mata? Mereka berkedip bersama, bergerak bersama, menangis bersama, melihat bersama, dan tidur bersama…Meskipun mereka tidak pernah melihat antara satu sama lain. Persahabatan seharusnya seperti itu. Kehidupan bagai neraka tanpa sahabat. Sahabat adalah dia yang menghampiri ketika orang lain menjauh. Karena persahabatn itu seperti tangan dengan mata. Saat tangan terluka, mata yang menangis. Dan saat mata yang menangis, tanganlah yang menghapusnya
***
Buliran air mataku kini semakin mengalir deras membasahi pipiku. Sejak itu, kehadiran Brownies akan menambah luka sukma untukku. Memoriku pasti dengan sangat cepat merekam kembali peristiwa naas yang terjadi 5 tahun lalu. Makanya, aku sangat membenci si Coklat manis itu. Melihatnya, akan menambah kebencian pada diriku sendiri. Hentakan jarum jam terasa semakin terdengar di tengah kesepian malam ini. Malam semakin larut, namun mataku tak jua ingin terpejam.
“Fit, seandainya kamu tahu tentang Brownies itu...!!!” aku bergumam.
Tak seorangpun dapat kembali ke masa lalu untuk memulai awal yang baru, tapi setiap orang dapat memulai hari ini untuk membuat akhir yang baru…




* Aktivis FLP (Forum Lingkar Pena) Unhas,

Mahasiswi Ners A'07
Read More..

Bambang Pamungkas, Where Are You!!!


Glitterfy.com - Glitter Graphics

Fiuh.... Akhirnya kaki ini menginjak daratan juga setelah berada di udara selama 3 jam lebih. Penerbangan Makassar-Jakarta agak lambat karena cuaca di Jakarta yang sedang gerimis mengundang. Lagu Malaysia kale.... Jakarta, I'm coming!!!!! Huaha...ha...ha...
"De, tolong jangan berhenti di tengah jalan yah, penumpang yang lain gak bisa lewat tuh." tegur seorang pramugari membuyarkan lamunanku.
Gubrak!!!! Baru juga semenit berada di Jakarta, udah malu-maluin. Segera ku bereskan barang bagasiku dan keluar untuk bertemu dengan kakakku, Kak Femmy. Kakakku baru aja lulus dari UI jurusan Ilmu Keperawatan. Sekarang dia kerja di Rumah Sakit Fatmawati.
"Kakak....!!!!!" teriakku ketika melihat Kak Femmy di tengah banyak penjemput.
"Hush!!! Gak usah heboh deh." katanya sambil membantuku mengangkat barang-barang. "Mama papa gimana kabarnya?"
"Baik kak, dapet salam dari tante Irma."
"Eh, gimana hasil ujianmu?" tanya Kak Femmy.
"Lulus dong Kak. Tau gak, nilaiku masuk 3 besar se Makassar lho. Ayo kak, kita pulang. Aku mau liat rumah kakak." kataku bersemangat 456.
"Kita kayaknya gak langsung ke Cilandak deh. Kakak masih ada urusan di kampus. Jadi kita tinggal di kos-kosan Agni dulu di Depok yah," kata kakakku.
"Hah??? Bukannya Agni tinggal di Salemba?" tanyaku. Agni itu sepupuku.
"Danish.... Danish.... Agni mah anak Geologi. Teknik tuh kampusnya di Depok."
"Awas kamu Agni......!!!!" kataku geram.
"Ya udah, kita ke sana yuk cari bus ke terminal Pasar Minggu." lanjutnya.
"Lho, bukannya kita mau ke Depok?"
"Iya, kita naek bus turunnya di terminal Pasar Minggu, trus dari terminal Pasar Minggu kita ke Depok naek angkot." terang kakakku.
***
Sorenya, aku udah bergentayangan di jalan-jalan kota Depok bersama sepupuku Agni. Dia janji mengajakku jalan-jalan dan traktir makan sebagai balasan dia telah membohongiku.
"Agni, kamu pernah gak ketemu ama Bambang Pamungkas?" tanyaku sambil berjalan.
"Siapa??? Bambang Pamungkas??? Yang pemain bola itu yah?" jawab Agni sok mikir.
"Iyah, yang pemain PERSIJA itu loh. Masak pemain sinetron sih."
"Ho..... pernah... pernah sekali di mall."
"O ya!!!! Kok ga minta tanda tangannya sih? Kamu poto-potoin gak?" tanyaku.
"Iyah, gue pernah liat di mall. Eh, Bambang itu kapten timnas Indonesia khan???"
"Heh?? Kapten Indonesia sih Ponaryo Astaman, bukan Bambang Pamungkas."
"Oh iya..... gue ingat sekarang. Namanya Ponaryo Astaman. Gue denger orang bisik-bisik. Gue penasaran banget, yang mana seeh kapten Indonesia itu. Ternyata kapten tim kesebelasan. Gue kira juga kapten apaan...."
Gubrak!!!!!
***
"Apa Kak????!!!!" histerisku memecah heningnya siang bolong itu.
"Iya Nish, ternyata Kakak masih dibutuhkan di kampus sampe 2 minggu kedepan." terang Kak Femmy.
"Yah, padahal aku pengen banget kita tinggal di rumah kakak di Cilandak, " kataku sambil manyun. Gimana gak manyun kalo rencana besar yang tinggal selangkah lagi tercapai tiba-tiba berbelok arah jauh banget? Liburan ini aku udah pikirkan matang-matang sejak setahun yang lalu. Aku udah berusaha keras untuk mendapatkan nilai memuaskan di ujian akhir SMA agar mama dan papa mau ngizinin aku liburan ke Jakarta. Aku berencana akan jalan-jalan ke stadion dan mess PERSIJA Jakarta. Aku pengen banget nonton pertandingan PERSIJA langsung di stadion Lebak Bulus dan bertemu pemain favoritku, Bambang Pamungkas. Kalo mau nunggu sampe 2 minggu ke depan sampe kakakku udah selesai kerjaannya, aku keburu pulang. Tanggal 21 aku harus segera pulang ke Makassar ngurus ijazahku untuk masuk ke perguruan tinggi. Gimana nih???
***
Hari ini, tanggal 19 Juni 2008 adalah hari pembuktian jati diriku sebagai Jak Angel sejati. Hari ini juga aku putusin untuk berangkat sendirian ke Lebak Bulus. Sebenarnya aku pernah sekali nonton langsung pertandingan PERSIJA di stadion Andi Matalatta melawan PSM Makassar. Namun sayang, saat itu Bambang Pamungkas sedang cedera engkel. Jadi dia gak diikutkan ke Makassar. Hari itulah saat pertama dan terakhirku nonton pertandingan bola secara langsung. Sebab, sepulang dari stadion aku kecelakaan motor yang menyebabkan izin nonton di stadion langsung dicabut tanpa ada peninjauan ulang. Tekadku semakin bulat ketika mengetahui bahwa hari ini adalah jadwal PERSIJA menjamu tamunya dari Sumatra Selatan, Sriwijaya FC di Lebak Bulus. Disinilah ajang pembuktian kalau PERSIJA ingin merebut trofi Liga Super dari ranah Palembang. Dan kebetulannya lagi, aku juga ngefans ama kiper Sriwijaya FC, Ferry Rotinsulu. Ferry tuh cakep banget. He..he..he..
Yup, inilah aku, Danisha Putri Amelia siap menantang hujan dan badai. Kaos orange khas Jak Mania, celana jins, rambut dikuncir, dengan ransel yang berisi alat shalat miniku, dompet, camera digital plus baterai cadangannya, notes, pokoke all about signing session dah. Bismillah, aku berangkat. Ku kunci pintu rumah dan ku titipkan pada tetangga. Huah... puas juga bisa ngalahin rasa takut kita sendiri. Tapi, ke Lebak Bulus itu naek apaan yah? Oh ya, tanya aja ama abang-abang yang nongkrong di ujung lorong sana.
"Bang, kalo ke Lebak Bulus naek apaan yah Bang?" tanyaku sok akrab.
"Eelooowhh ma... mauughhh non... nonhnthoohn peerrrrsi...si...peersihgjaaa yee....." Bagus!!!! Ternyata aku nanya ke orang yang sangat tidak tepat. Abang itu tuna wicara. Di pinggir jalan, ada seorang cowok berseragam SMA yang nampaknya sedang menunggu angkot. Sepertinya dia orang yang tepat untuk bertanya.
"Ehm, permisi... Numpang nanya, kalo ke Lebak Bulus tuh naik mobil apaan yah?" tanyaku sambil tersenyum. Hmm, lumayan juga nih cowok, he..he..he..
"Oh, Kalo ke Lebak Bulus, dari sini naek angkot yang ke terminal Pasar Minggu aja. Nanti di terminal, naek angkot lagi ke Lebak Bulus. Tanya aja ke satpamnya, hati-hati yah, di terminal itu rawan loh Mbak,"
"Ah, jangan panggil mbak, saya baru aja lulus SMA kok. Panggil aja Danish," kataku kecentilan sambil mengulurkan tangan. "Oh ya, ada alternatif lain gak?"
"Hmm... ada. Naek bus Deborah aja, bus itu langsung menuju terminal Lebak Bulus. Lo tunggu aja disini. Apalagi ntar sore ada jadwal pertandingan PERSIJA."
"Oooo... gitu. Makasih yah. Eh, boleh gak minta nomer hapenya? Supaya kalo aku bingung, aku bisa kontak Abi aja," Kataku sambil menyerahkan hapeku agar dia menulis sendiri nomernya di hapeku.
"Boleh," balasnya sambil mengetikkan nomer hapenya. Tiba-tiba, seperti ada sesuatu dibelakangku. Aku segera berbalik dan ternyata tas ranselku telah disambar orang. Refleks, aku lari mengejar pencopet itu sambil teriak minta tolong. Aku sempat menarik lengan bajunya. Tapi sial, pencopet itu mendorongku hingga aku jatuh terseret di tengah jalan. Aku segera bangkit dan terus mengejarnya. Buset!!! Tu copet profesional banget, cepat banget larinya. Ada juga beberapa orang di jalan yang bantu mengejar. Huh, aku gak kuat lagi. Ku putuskan untuk berhenti mengejar copet itu. Tiba-tiba, orang-orang yang bantu mengejar copet itu balik lagi.
"Maaf ya dek, copet itu udah ilang," Orang-orang berkerumun mengelilingiku. Aku diantar ke kantor polisi setempat.
Aku meninggalkan kantor polisi tersebut dengan langkah gontai. Jam menunjukkan pukul 12.30 siang. Dalam beberapa jam lagi, stadion akan ditutup dan pertandingan segera dimulai. Ya Tuhan!!!! Hapeku masih sama Abi. Aku harus cari dia dimana? Ampun deh, ampun..... Tas ilang, hape ilang, uang??? Ku cari-cari uang di kantongku. Alhamdulillah, ada selembar uang sepuluh ribuan lecek tersimpan di kantong celanaku. Aku segera mencari wartel, aku harus melacak keberadaan hapeku. Ku coba menghubungi hapeku..... Yak, nyambung!!! Siapapun yang sedang memegang hapeku ini, semoga dia mau berbaik hati mengangkatnya. Heh... nada sambung langsung terputus gitu aja. Wah, panggilanku ada yang reject. Sekali lagi aku hubungi..... Yah.... udah gak aktif. Hapeku positif ilang deh.....
Dengan wajah lesu, aku menunggu bus Deborah seperti yang Abi katakan tadi.
***
Selamat datang di teminal Lebak Bulus.
Fiuh... Inilah dia, Lebak Bulus. Ketika baru aja turun dari bus, aku baru baru sadar kalo ternyata gak hanya aku Jak Mania di bus itu. Ada sekitar 11 orang lagi langsung menggabungkan diri dengan sekumpulan orang berkostum orange yang terkumpul di salah satu sudut terminal.
"Ayo, tunggu apa lagi???" Salah satu Jak Mania cewek yang se bus denganku. Aku nurut aja ketika diseret ke kumpulan lautan orange itu. Ya Tuhan, aku belum shalat!!!! Aku segera bergerak ke arah mushalla di sudut terminal itu untuk melaksanakan shalat Dzuhur.
"Hei, mau kemana?" tanya cewek tadi.
"Oh, mau shalat dulu,"
***
Selesai shalat, aku segera menuju kumpulan Jak Mania yang sepertinya akan segera berangkat itu. Ku lihat orang-orang itu udah ngantri untuk segera masuk ke..... truk!!!! Ya ampun!!!! Kok naek truk sih???? Total ada 3 truk yang siap membawa kami ke stadion.
"Hei, kok lama banget sih? Cepet keluarin kartu anggota lo, kita udah mau let's go nih." kata cewek itu lagi. Apa? Kartu anggota? Kartu anggota apaan?
Mampus!!! Aku gak punya kartu sama sekali. Nah, saat-saat menegangkan itupun tiba. Tinggal aku yang belum naik ke truk. Si pemeriksa kartu heran melihatku gak memegang kartu.
"Lupa," kataku pendek.
"Herman!!! Udahlah... kita hampir telat nih!!!" Kata supir truk gak sabaran.
"Ayo cepat naik!!!" kata om pemeriksa kartu itu sambil mendorongku agar segera naik ke truk. Subhanallah... Alhamdulillah... Gubrak!!!!
***
Ya Allah, mimpikah aku? Stadion Lebak Bulus kini nyata di hadapanku. Tapi uangku tinggal 6 ribu rupiah, cukup gak ya untuk beli tiket??? Kalo nggak, yah...... Horre!!!! Ternyata, ketika aku ikut dalam rombongan tadi, selain gratis angkutan, gratis pula masuknya. Saat menginjakkan kaki di gerbang stadion, rasanya.... tremor, takikardi, hipereksresi kelenjar keringat, hampir kolaps pula. Pokoknya bombastis banget dah.
Disinilah aku sekarang, duduk manis di tribun. Jarak antara lapangan dengan tribun penonton di stadion Lebak Bulus memang sangat dekat. Di stadion ini tidak ada lintasan lari seperti stadion-stadion lainnya. Karena kedekatan antara lapangan dengan tribun itulah yang membut atmosfer pertandingan lebih terasa. Detik-detik keluarnya para tim Macan Kemayoran dan Laskar Wong Kito tinggal menunggu detik.
***
Huah..... puas banget deh. Rasanya 2x45 menit nggak cukup. PERSIJA emang hebat, mereka berhasil memukul telak 2-0 Sriwijaya FC. Masing-masing gol diciptakan dari kaki brillian Aliyuddin dan..... sang kapten tim orange Bambang Pamungkas. Fantastis!!!!
Saatnya pulang ke Depok. Kami pulang mengunakan truk yang tadi. Ketika akan naik ke truk lagi, sekilas aku melihat sesosok yang sangat aku kenal. Berbadan tinggi, rambut cepak model mohawk, kaos orange, celana selutut, menggandeng 2 gadis kecil, dia.... dia....
Itu dia Bambang Pamungkas!!!! Oh My God... Gadis kecil yang ia gandeng pasti Jane Abel dan Syaura Abana, putri-putrinya. Ku urungkan niat untuk naik ke bus dan segera berlari menuju Bambang Pamungkas. Nggak peduli tatapan orang-orang yang penting.....
Braaakkkk!!!!!!!
"Aduh.... " sesuatu yang sangat besar telah menabrakku. Dan....... semua gelap.
***
Dinding putih, langit-langit putih, sprei putih, tirai kren lembut, poster Harry Potter dan tim PERSIJA, jam dinding Spongbob Squarepants, lemari penuh stiker pokemon, Oh My God... ini kamarku sendiri di Makassar. Astagfirullah.... ternyata aku telah bermimpi, mimpi yang jauuuuuuh.... banget.
Yah, ternyata itu semua hanya mimpi. Just my dream. BAMBANG PAMUNGKAS.... WHERE ARE YOU?????
Read More..

Minggu, 16 November 2008

NEC (Nursing English Club)



eh...ada kegiatan baru lhooo yang diwadahi ama divisi kastranya HIMIKA FK Unhas. Nama kegiatannya adalaaaaaaah "NEC (Nursing English Club)". Acara ini bagus lhoo bwt teman-teman yang punya hoby berotak-atik ama yang namanya bahasa inggris, ataupun bagi teman- teman yang mw belajar gito lhooo. Acara pembukaannya sendiri yang sekaligus merangkap untuk materi pertamanya di adakan tanggal 7 November 2008 bertempat di ruang 3 lantai 4 FK Unhas. Pematerinya sendiri dari dosen PSIK yang udah pernah kuliah ke luar negeri lho..jadi g' perlu diragukan deh kemampuan mereka. Disini juga tempat sheringnya mereka lhooo,sapa tau ada yang kecantol kuliah in the other country juga. Acaranya sendiri diadaain setiap hari rabu jam 3 teng...teng. jadi jangan ampe telat. oceee
Read More..

Rabu, 22 Oktober 2008

MAHASISWA DIBALIK ANGKOT

*Oleh : Halimah Ayu W
Terik matahari siang itu seakan membakar tubuhku, baru saja aku mengikuti kuliah yang sangat melelahkan. Sepertinya ilmu yang baru saja kuperoleh itu menguap dan hilang entah kemana. Karena tak ada jadwal kuliah berikutnya, aku putuskan untuk pulang saja beristirahat. Sambil menunggu angkot, aku berteduh di bawah pohon yang agak rindang. Kulihat beberapa mahasiswa masih berkeliaran di pelataran kampus, tak kuhiraukan teriakan – teriakan para supir angkot yang lalu lalang di hadapanku. Tiba – tiba sebuah angkot berhenti tepat di hadapanku. Sesosok wajah dengan peluh bercucuran muncul di balik kaca angkot.
“Ujung...!” katanya.
Kulihat jok belakang angkot sudah hampir penuh sesak, tapi masih ada satu tempat yang kosong di belakang supir. Tak ada alternatif lain, daripada aku tinggal berlama – lama di pinggir jalan sambil menghirup debu yang bisa saja merusak kesehatanku lebih baik aku naik saja di angkot itu. Seperti mengerti perasaan penumpang, sang supir memutar lagu – lagu kesukaan remaja masa kini. Mengalunlah suara merdu sang vokalis band ST12 putuskanlah saja pacarmu...di balik radio kecil sang supir angkot. Seketika itu juga rasa kantuk dan lelah yang kurasakan hilang entah kemana. Kuperhatikan sekeliling angkot yang kutumpangi itu, jarang aku melihat angkot yang hampir dipenuhi dengan tulisan – tulisan pembakar semangat jiwa mahasiswa. Hidup mahasiswa...!!! dan berbagai tulisan yang bahkan menghina para elit politik yang notabene tidak pernah mengenal yang namanya angkot.
Malam ini, aku harus belajar SKS ( Sistem Kebut Semalam ) lagi. Sistem yang paling jitu bagi mahasiswa jika tiba waktu ujian. Namun, sejak tadi tak ada sedikit pun materi yang nyangkut di kepala, bagaimana bisa nyangkut aku belajar di depan TV. Hihi.....
Kuletakkan diktat kuliahku yang masih sangat rapi karena tak pernah dibuka – buka itu, ada berita di TV yang menyita perhatianku. Mahasiswa kembali melakukan orasi dan para aktivis kampus termasuk tempat aku menuntut ilmu juga turut andil. Itu berarti besok bakal ada demo besar – besaran. Hatiku bersorak gembira mendengar berita itu, karena biasanya kampus bakal ditutup dan para dosen nggak akan memberikan kuliah. ( Jangan ditiru ya...)
Namun, entah apa yang mendorong diriku untuk bangun cepat pagi ini. Padahal semalam aku telah berniat untuk tidak ke kampus hari ini. Tak ada pilihan lain sebaiknya aku ke kampus saja turut memberi semangat kepada teman – teman di garis depan yang memperjuangkan kepentingan rakyat. Tak berapa lama akhirnya aku kembali bergelut dengan debu – debu jalanan menunggu angkot yang akan membawaku ke kampus seperti biasanya. Tanpa harus menunggu lama aku menaiki angkot yang telah penuh penumpang. Sekilas kulirik sang supir dibalik kemudi, aku kecewa bukan supir yang kemarin itu.
Mendekati pintu gerbang kampus, kondisi lalu lintas sangat macet. Benar juga dugaanku tadi malam, tampak huru – hara di sekitar kampus. Para mahasiswa yang melakukan orasi tampak bersemangat meneriakkan panji – panji kebenaran. Tiba – tiba aku merasakan solidaritas sesama mahasiswa, hampir saja aku turut bergabung di tengah – tengah mereka kalau tidak mengingat pesan mama.
“Nak, jangan sekali – kali kamu ikut berdemo ya...nanti kena peluru nyasar, lemparan batu nyasar, dan apa pun yang nyasar – nyasar itu,” pesan mama.
Ah, payah nih mama gini nih kalau orang yang waktu kuliah cuma belajar melulu nggak punya kesadaran sebagai mahasiswa. Terpaksa aku cuma jadi penonton di pinggir jalan melihat teman – teman berorasi, itu pun dari kejauhan takut kena yang nyasar – nyasar. Hihi...
Saat aku sedang memperhatikan teman – teman yang berorasi, tiba – tiba aku melihat sang supir angkot itu lagi. Masih dengan angkotnya yang sederhana namun membakar semangat mahasiswa. Yang membuat aku heran penumpang di atas angkot adalah para mahasiswa yang turut bergabung melakukan orasi. Nggak salah tuh...dan memang itu dia, bahkan sang supir kelihatan bersemangat angkotnya dijadikan sarana untuk berorasi. Untuk yang kesekian kalinya aku heran melihat seorang supir angkot sepertinya di jaman seperti ini.
Beberapa minggu kemudian, kuliah semester awal kembali dimulai. Setelah beberapa hari aku sempat depresi menghadapi ujian akhir semester lalu. Untung saja nggak ada nilai error harus ngambil SP alis semester pendek. Teman – teman yang lain pada pulang kampung kita di kampus melulu, kuliah. Kerajinan kali ya...hihi...
Seperti biasa hari pertama masuk kuliah, aktivitas perkuliahan belum berjalan. Kayaknya para dosen ngerti deh kalau mahasiswa mau lepas kangen dulu sama teman – temannya. Aku pun bersama teman – teman berinisiatif untuk berjalan – jalan ke fakultas lain. Biasa, mau cuci mata siapa tahu aja ada pemandangan bagus. Soalnya di fakultasku cowok – cowoknya kalau jalan pada nunduk, takut kesandung kali ya...
Saat aku dan teman – temanku sedang asyik ngobrol, tiba – tiba di kejauhan aku melihat seseorang yang tak asing lagi bagiku. Aku melihat sang supir angkot yang membuat aku sempat heran setengah mati. “Tapi apa yang dilakukannya disini?” batinku. Dengan diam – diam aku membuntuti kemana dia pergi. Rupanya dia menuju ke bagian akademik fakultas. Kulihat dia mengeluarkan beberapa helai uang lalu menyodorkannya dan uang itu berganti menjadi lembaran KRS ( Kartu Rencana Study ). Deg...tiba – tiba jantungku berdetak kencang.
“Siapa sebenarnya sang supir angkot ini?” tanyaku dalam hati.
Sepeninggal dirinya aku mencoba bertanya ke bagian akademik fakultas. Dan aku sangat terkejut mendengar siapa sebenarnya sang supir angkot itu. Ternyata dia adalah seorang mahasiswa. Menurut cerita ibu yang ada di akademik itu dia adalah mahasiswa yang kurang mampu namun tekadnya untuk melanjutkan kuliah sangat besar. Bahkan beberapa bulan yang lalu dia mengambil cuti beberapa waktu hanya untuk mengumpulkan uang dan baru hari ini dia baru bisa melanjutkan kuliahnya kembali. Aku tercengang mendengar kisah sang supir angkot itu.
Terjawablah sudah keherananku selama ini, angkot yang penuh tulisan – tulisan semangat mahasiswa, supir angkot yang rela angkotnya dijadikan sarana untuk berorasi. Tiba – tiba aku menyadari sikapku selama ini. Aku hanya menghambur – hamburkan uang orang tuaku tanpa kuliah dengan sungguh – sungguh. Setelah aku mengucapkan terima kasih kepada ibu petugas akademik fakultas, aku kembali ke teman – temanku dan terpaksa menyeret mereka kembali. Aku harus menyadarkan diriku dan teman – temanku. Di luar sana ada orang yang membanting tulang untuk membiayai kuliahnya, sementara kami tak pernah mempergunakan kesempatan yang telah diberikan Tuhan kepada kami. Dia hanyalah seorang supir angkot namun jasa dan perjuangannya sangat besar. Semoga di luar sana banyak orang yang tersadarkan dari kisah sang supir angkot ini. * (Ners 2007)
Read More..

SEBUAH METAMORFOSIS

Biarkan aku mengenal dunia
Agar sumbangsihku dapat terasa
Biarkan aku mulai melangkah
Agar tak cuma fisikku yang berubah
Saat mereka memandang sebelah mata
I only want to say
"I am pround with my choice"
Karena aku bukan yang dulu
Bukan pengecut
Bukan orang yang harus selalu kalah
Bukan orang yang mesti lari
Metamorfosisku telah tiba
Aku mampu mengubah impian jadi kenyataan
Aku mampu mengubah cucuran keringat menjadi sebuah kepuasan
Dan kini aku berani berkata
DUNIA...aku siap menantangmu

By : M Read More..

Senin, 06 Oktober 2008

Assalamu Alaikum WR.WB
Halooo.....salam kenal semua buat teman-teman mahasiswa ilmu keperawatan FK-UNHAS. Kami dari divisi jurnalistik HIMIKA FK-UNHAS, tahun ini nyediain wadah buat teman-teman semua buat nyumbangin karya tulisnya baik itu cerpen atau puisi. Nah...lewat blog ini semua karya-karyanya kamu akan ditampung & dirampung jadi satu so..cerpenya kamu bisa dibaca ama anak-anak lain. Kalau karya yang masuk udah banyak, kami akan usahain untuk mempublikasikannya di media cetak. Jadi kami sangat mengharapkan partisipasi teman-teman semua dengan cara memposting karyanya di blog ini atau kirimin aja karyanya kamu ke alamat e-mail ners_unh45@yahoo.com nanti kami yang bakalan posting karya kamu. Sebelumnya makasih banyak atas partisipasinya and kami tunggu karya kamu selanjutnya.
Sekian & wassalam
Read More..